Halaman

Powered By Blogger

Senin, 09 Januari 2012

Golden Gate-nya Indonesia Ambruk; Apa yang Salah?



            Bila beberapa waktu lalu Indonesia mendulang kejayaan dengan menjadi juara umum SEA Games ke-26, kali ini jembatan Kutai Kartanegara (Kukar) tidak mengalami kejayaan seperti negeri tercinta, melainkan mengalami keruntuhan yang menggemparkan. Golden Gate Kalimantan Timur ini runtuh satu minggu yang lalu. Sejak 26 November lalu Kalimatan Timur kehilangan kebanggaannya yang selama ini menjadi pusat wisata masyarakat luar daerah dan luar negeri ketika berkunjung ke sana.
            Runtuhnya jembatan yang mulai beroperasi tahun 2001 silam ini menimbulkan tanda tanya besar bagi seluruh masyarakat Tenggarong khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Siapakah yang patut bertanggungjawab atas runtuhnya jembatan ini? Apa yang salah dengan jembatan bernama resmi Jembatan Kutai Kartanegara ing Martadipura ini? Jembatan yang didesain untuk ratusan tahun ini justru ambruk ketika masih berusia sangat muda dibandingkan dengan jembatan lain yang masih bertahan. Hal ini tentu menjadi janggal karena jembatan ini hanya bertahan selama sepuluh tahun. Padahal seharusnya dapat digunakan selama 40 tahun hingga 100 tahun. Apa yang salah dengan jembatan yang masih berusia muda ini? Banyak faktor yang menjadi penyebab runtuhnya jembatan muda ini. Banyak opini simpang siur mengenai runtuhnya jembatan terpanjang di Indonesia ini. Bila kita memperhatikan dari berbagai segi pemikiran, tentu akan lebih bijak untuk menentukan apa yang salah dengan keruntuhan jembatan Kutai Kartanegara ini.
            Runtuhnya jembatan Kukar di  Kalimantan Timur ini merupakan kejadian langka. Sejak abad ke-11 dari 147 buah jembatan yang ada, baru 8 kasus yang terjadi untuk keruntuhan jembatan. Seperti kasus yang sama pertama kali menimpa jembatan gantung Broughton di atas Sungai Irwell, Inggris pada tahun 1831. Kemudian kasus lain terjadi juga pada jembatan di Amerika Serikat yang disebabkan oleh angin kencang. Tetapi, lain halnya dengan jembatan Kukar. Hal itu terjadi sangat cepat bahkan tidak ada penyebab yang tampak dari alam yang membuat jembatan itu runtuh secara mengejutkan.
            Penyebab runtuhnya jembatan yang pengerjaannya dimulai tahun 1995 ini diperkirakan karena adanya kelalaian manusia atau yang sering kita dengar dengan istilah Human Error. Human Error ini terjadi pada proses pelaksanaan operasi dan pemeliharaan jembatan. Ketua Asosiasi Konstruksi Indonesia, Sudarto, mengatakan  bahwa dalam proses pengoperasian jembatan,  pembangunan jembatan harus melewati beberapa tahap yang harus dilakukan. Pertama, visibility study apakah jembatan layak dibangun, mengapa jembatan gantung. Kedua, perencanaan oleh konsultan. Konsultan lalu menentukan desain dan menentukan spesifikasi pada jembatan tersebut. Setelah itu, konsultan menentukan pola konstruksi untuk kontraktor. Kemudian konsultan juga harus menentukan beban kabel, menentukan cara pemeliharaan jembatan dan menentukan berapa ton kendaraan yang bisa lewat di atas jembatan. Jika semua proses ini telah dilakukan dengan benar, tentu saja hal yang terjadi pada jembatan Kukar tidak akan terjadi.
            Selain itu, faktor lain yang disebabkan oleh human error ini ditunjukkan pada pemeliharaan jembatan yang masih kurang baik. Kementrian Pekerjaan Umum belum menemukan adanya petunjuk teknis dalam proses perawatan jembatan Kutai Kartanegara untuk skala yang besar. Juknis (petunjuk teknis) yang sudah ada hanya untuk jembatan gantung yang kecil-kecil sedangkan untuk jembatan bentang besar masih dalam tahap penyelesaian. Hal ini menunjukkan bahwa pemeliharaan jembatan Kukar belum dilakukan secara maksimal sehingga jembatan itu runtuh dalam usia yang masih sangat pendek.
            Kejadian langka yang menimpa jembatan Kukar ini juga diperkirakan  penulis disebabkan oleh beberapa faktor lain yang terdapat pada jembatan itu sendiri. Seperti salah satunya yang terjadi pada baut dan mur sambungan kabel yang mengalami gagal geser. Hal kecil seperti ini sangat vital sehingga menyebabkan jembatan ini runtuh. Baut dan mur sambungan kabel ini sudah bergeser sejak awal jembatan ini dioperasikan pada tahun 2001 silam. Tim Investigasi Universitas Gadjah Mada menemukan besi tua dan sudah retak pada sambungan yang terdapat pada jembatan. Fakta ini kembali menunjukkan bukti bahwa perawatan masih kurang pada jembatan kebanggaan masyarakat Kalimantan Timur ini.
            Di samping itu, terdapat pula pylon yang bergeser karena blok jangkar yang juga tergeser dari tempatnya. Hal ini menyebabkan gelagar jembatan melengkung ke bawah hingga 72 centimeter. Hal ini diperkuat dengan data Dinas Pekerjaan Umum Kutai Kertanegara, pada tahun 2001 pergeseran jembatan 8-10 cm, kemudian terus melebar menjadi 15-18 cm pada tahun 2006. Proses ini berakumulasi selama bertahun-tahun yang menyebabkan kelelahan material sehingga jembatan runtuh tanpa diawali gejala lain seperti lendutan atau deformasi terlebih dahulu.
            Hal lain yang menjadi penyebab runtuhnya jembatan penghubung Samarinda dan Tenggarong ini adalah terjadinya kesalahan prosedur saat pekerja sedang berusaha memperbaiki kabel penggantung. Pengerjaan kabel penggantung seharusnya dilakukan ketika kondisi jembatan sedang tidak menampung beban apa-apa. Dapat penulis katakan bahwa saat proses itu berlangsung ada baiknya jembatan ditutup terlebih dahulu sehingga tidak terjadi over stress atau kelebihan muatan pada jembatan dan berakibat putusnya kabel. Seperti yang dikatakan oleh Pakar Konstruksi ITB, saat pengerjaan pengencangan kabel hanger, ruas jalan jembatan Kukar tidak dikosongkan seluruhnya. Jika perawatan jembatan dilakukan dalam keadaan jembatan sedang menampung beban, dapat menyebabkan over stress atau terjadi kelebihan beban pada kabel hanger yang berakibat putusnya kabel. Jelaslah bahwa jembatan ini runtuh karena terdapat hal-hal yang bersumber dari kelalaian manusia.
            Kemungkinan penyebab runtuhnya jembatan Golden Gate Kalimantan Timur lainnya dapat disebabkan oleh kelelahan material atau dalam bahasa teknik disebut material fatigue pada jembatan. Kondisi ini terjadi karena jembatan sudah tidak mampu lagi menanggung beban yang terlalu berat. Hal ini bisa saja karena cacat materi ketika proses pembangunan jembatan pada tahun 1995 silam atau karena muatan sudah melebihi perhitungan ambang batas dalam perencanaan sepuluh tahun lalu.
            Runtuhnya jembatan kukar ini menimbulkan sebuah pertanyaan. Apakah pada proses pembangunan jembatan ini terjadi skandal korupsi yang akhirnya memangkas biaya pembangunan jembatan? Apakah pemangkasan biaya itu kemudian menyebabkan kecacatan pada material yang digunakan untuk membangun jembatan? Kecacatan materi dapat menjadi salah satu akibat dari praktik merusak itu sehingga menjadi penyebab runtuhnya jembatan sepanjang 710 meter ini. Jika dibandingkan dengan jembatan di Aceh ketika terjadi tsunami dan gempa berkekuatan besar tahun 2006 lalu, jembatan Kukar masih jauh dari bentuk standar ketahanan sebuah jembatan dengan bentang panjang. Jembatan di Aceh dihantam oleh kapal PLTN yang terbawa gelombang tsunami setinggi 20 meter. Tapi sampai sekarang jembatan itu masih tetap bertahan sebagai saksi bisu tsunami lalu. Berbeda dengan jembatan Kukar yang runtuh tiba-tiba tanpa faktor alam yang merusaknya. Jika menilik kembali proses pembuatan jembatan, hal yang membedakan jembatan Kukar dengan jembatan di Aceh adalah jembatan Kukar dibangun oleh pengusaha Indonesia sedangkan jembatan di Banda Aceh dibangun oleh orang-orang Korea Selatan. Perbedaan itu menyebabkan semua menjadi berbeda, jembatan Kukar runtuh sedangkan jembatan di Aceh tidak.
            Jika ingin membangun kembali jembatan penghubung antara Samarinda dan Tenggarong ini lebih baik segala sesuatunya diperhitungkan dengan  baik. Misalnya dengan memperhatikann material yang digunakan untuk pembangunan jembatan, gunakan kualitas yang terbaik. Perhatikan pula besi yang digunakan untuk menghubungkan struktur jembatan, jangan sampai terulang kembali kejadian yang sama, terutama pada hal vital seperti mur dan baut. Selain itu, pemerintah seharusnya bisa lebih cerdas memikirkan hal yang sama pada jembatan lain yang ada di Indonesia. Kita tidak mungkin menunggu jembatan lain bernasib seperti jembatan Kukar. Untuk itu, perawatan jembatan besar lainnya harus mulai diperhatikan sehingga tidak menimbulkan kekhawatiran bagi masyarakat di daerah lain yang juga menggunakan fasilitas jembatan dengan bentang yang lebih kecil di daerahnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar