Bila
beberapa waktu lalu Indonesia mendulang kejayaan dengan menjadi juara umum SEA
Games ke-26, kali ini jembatan Kutai Kartanegara (Kukar) tidak mengalami
kejayaan seperti negeri tercinta, melainkan mengalami keruntuhan yang
menggemparkan. Golden Gate Kalimantan Timur ini runtuh satu minggu yang
lalu. Sejak 26 November lalu Kalimatan Timur kehilangan kebanggaannya yang selama
ini menjadi pusat wisata masyarakat luar daerah dan luar negeri ketika berkunjung
ke sana.
Runtuhnya
jembatan yang mulai beroperasi tahun 2001 silam ini menimbulkan tanda tanya
besar bagi seluruh masyarakat Tenggarong khususnya dan masyarakat Indonesia
pada umumnya. Siapakah yang patut bertanggungjawab atas runtuhnya jembatan ini?
Apa yang salah dengan jembatan bernama resmi Jembatan Kutai Kartanegara ing
Martadipura ini? Jembatan yang didesain untuk ratusan tahun ini justru ambruk
ketika masih berusia sangat muda dibandingkan dengan jembatan lain yang masih
bertahan. Hal ini tentu menjadi janggal karena jembatan ini hanya bertahan
selama sepuluh tahun. Padahal seharusnya dapat digunakan selama 40 tahun hingga
100 tahun. Apa yang salah dengan jembatan yang masih berusia muda ini? Banyak
faktor yang menjadi penyebab runtuhnya jembatan muda ini. Banyak opini simpang
siur mengenai runtuhnya jembatan terpanjang di Indonesia ini. Bila kita
memperhatikan dari berbagai segi pemikiran, tentu akan lebih bijak untuk
menentukan apa yang salah dengan keruntuhan jembatan Kutai Kartanegara ini.
Runtuhnya
jembatan Kukar di Kalimantan Timur ini
merupakan kejadian langka. Sejak abad ke-11 dari 147 buah jembatan yang ada,
baru 8 kasus yang terjadi untuk keruntuhan jembatan. Seperti kasus yang sama
pertama kali menimpa jembatan gantung Broughton di atas Sungai Irwell, Inggris
pada tahun 1831. Kemudian kasus lain terjadi juga pada jembatan di Amerika
Serikat yang disebabkan oleh angin kencang. Tetapi, lain halnya dengan jembatan
Kukar. Hal itu terjadi sangat cepat bahkan tidak ada penyebab yang tampak dari
alam yang membuat jembatan itu runtuh secara mengejutkan.
Penyebab
runtuhnya jembatan yang pengerjaannya dimulai tahun 1995 ini diperkirakan
karena adanya kelalaian manusia atau yang sering kita dengar dengan istilah Human
Error. Human Error ini terjadi pada proses pelaksanaan operasi dan
pemeliharaan jembatan. Ketua Asosiasi Konstruksi Indonesia, Sudarto,
mengatakan bahwa dalam proses
pengoperasian jembatan, pembangunan
jembatan harus melewati beberapa tahap yang harus dilakukan. Pertama,
visibility study apakah jembatan layak dibangun, mengapa jembatan gantung.
Kedua, perencanaan oleh konsultan. Konsultan lalu menentukan desain dan
menentukan spesifikasi pada jembatan tersebut. Setelah itu, konsultan
menentukan pola konstruksi untuk kontraktor. Kemudian konsultan juga harus
menentukan beban kabel, menentukan cara pemeliharaan jembatan dan menentukan
berapa ton kendaraan yang bisa lewat di atas jembatan. Jika semua proses ini
telah dilakukan dengan benar, tentu saja hal yang terjadi pada jembatan Kukar tidak
akan terjadi.
Selain
itu, faktor lain yang disebabkan oleh human error ini ditunjukkan pada
pemeliharaan jembatan yang masih kurang baik. Kementrian Pekerjaan Umum belum
menemukan adanya petunjuk teknis dalam proses perawatan jembatan Kutai Kartanegara
untuk skala yang besar. Juknis (petunjuk teknis) yang sudah ada hanya untuk
jembatan gantung yang kecil-kecil sedangkan untuk jembatan bentang besar masih
dalam tahap penyelesaian. Hal ini menunjukkan bahwa pemeliharaan jembatan Kukar
belum dilakukan secara maksimal sehingga jembatan itu runtuh dalam usia yang
masih sangat pendek.
Kejadian
langka yang menimpa jembatan Kukar ini juga diperkirakan penulis disebabkan oleh beberapa faktor lain
yang terdapat pada jembatan itu sendiri. Seperti salah satunya yang terjadi
pada baut dan mur sambungan kabel yang mengalami gagal geser. Hal kecil seperti
ini sangat vital sehingga menyebabkan jembatan ini runtuh. Baut dan mur
sambungan kabel ini sudah bergeser sejak awal jembatan ini dioperasikan pada
tahun 2001 silam. Tim Investigasi Universitas Gadjah Mada menemukan besi tua
dan sudah retak pada sambungan yang terdapat pada jembatan. Fakta ini kembali
menunjukkan bukti bahwa perawatan masih kurang pada jembatan kebanggaan
masyarakat Kalimantan Timur ini.
Di samping itu, terdapat pula pylon yang
bergeser karena blok jangkar yang juga tergeser dari tempatnya. Hal ini
menyebabkan gelagar jembatan melengkung ke bawah hingga 72 centimeter. Hal ini
diperkuat dengan data Dinas Pekerjaan Umum Kutai Kertanegara, pada tahun 2001
pergeseran jembatan 8-10 cm, kemudian terus melebar menjadi 15-18 cm pada tahun
2006. Proses ini berakumulasi selama bertahun-tahun yang menyebabkan kelelahan
material sehingga jembatan runtuh tanpa diawali gejala lain seperti lendutan
atau deformasi terlebih dahulu.
Hal
lain yang menjadi penyebab runtuhnya jembatan penghubung Samarinda dan
Tenggarong ini adalah terjadinya kesalahan prosedur saat pekerja sedang
berusaha memperbaiki kabel penggantung. Pengerjaan kabel penggantung seharusnya
dilakukan ketika kondisi jembatan sedang tidak menampung beban apa-apa. Dapat
penulis katakan bahwa saat proses itu berlangsung ada baiknya jembatan ditutup
terlebih dahulu sehingga tidak terjadi over stress atau kelebihan muatan
pada jembatan dan berakibat putusnya kabel. Seperti yang dikatakan oleh Pakar
Konstruksi ITB, saat pengerjaan pengencangan kabel hanger, ruas jalan jembatan
Kukar tidak dikosongkan seluruhnya. Jika perawatan jembatan dilakukan dalam
keadaan jembatan sedang menampung beban, dapat menyebabkan over stress
atau terjadi kelebihan beban pada kabel hanger yang berakibat putusnya kabel.
Jelaslah bahwa jembatan ini runtuh karena terdapat hal-hal yang bersumber dari
kelalaian manusia.
Kemungkinan
penyebab runtuhnya jembatan Golden Gate Kalimantan Timur lainnya dapat disebabkan
oleh kelelahan material atau dalam bahasa teknik disebut material fatigue
pada jembatan. Kondisi ini terjadi karena jembatan sudah tidak mampu lagi
menanggung beban yang terlalu berat. Hal ini bisa saja karena cacat materi
ketika proses pembangunan jembatan pada tahun 1995 silam atau karena muatan
sudah melebihi perhitungan ambang batas dalam perencanaan sepuluh tahun lalu.
Runtuhnya
jembatan kukar ini menimbulkan sebuah pertanyaan. Apakah pada proses
pembangunan jembatan ini terjadi skandal korupsi yang akhirnya memangkas biaya
pembangunan jembatan? Apakah pemangkasan biaya itu kemudian menyebabkan
kecacatan pada material yang digunakan untuk membangun jembatan? Kecacatan materi
dapat menjadi salah satu akibat dari praktik merusak itu sehingga menjadi
penyebab runtuhnya jembatan sepanjang 710 meter ini. Jika dibandingkan dengan jembatan
di Aceh ketika terjadi tsunami dan gempa berkekuatan besar tahun 2006 lalu,
jembatan Kukar masih jauh dari bentuk standar ketahanan sebuah jembatan dengan
bentang panjang. Jembatan di Aceh dihantam oleh kapal PLTN yang terbawa
gelombang tsunami setinggi 20 meter. Tapi sampai sekarang jembatan itu masih
tetap bertahan sebagai saksi bisu tsunami lalu. Berbeda dengan jembatan Kukar
yang runtuh tiba-tiba tanpa faktor alam yang merusaknya. Jika menilik kembali
proses pembuatan jembatan, hal yang membedakan jembatan Kukar dengan jembatan
di Aceh adalah jembatan Kukar dibangun oleh pengusaha Indonesia sedangkan
jembatan di Banda Aceh dibangun oleh orang-orang Korea Selatan. Perbedaan itu
menyebabkan semua menjadi berbeda, jembatan Kukar runtuh sedangkan jembatan di
Aceh tidak.
Jika
ingin membangun kembali jembatan penghubung antara Samarinda dan Tenggarong ini
lebih baik segala sesuatunya diperhitungkan dengan baik. Misalnya dengan memperhatikann material
yang digunakan untuk pembangunan jembatan, gunakan kualitas yang terbaik.
Perhatikan pula besi yang digunakan untuk menghubungkan struktur jembatan,
jangan sampai terulang kembali kejadian yang sama, terutama pada hal vital
seperti mur dan baut. Selain itu, pemerintah seharusnya bisa lebih cerdas
memikirkan hal yang sama pada jembatan lain yang ada di Indonesia. Kita tidak
mungkin menunggu jembatan lain bernasib seperti jembatan Kukar. Untuk itu,
perawatan jembatan besar lainnya harus mulai diperhatikan sehingga tidak
menimbulkan kekhawatiran bagi masyarakat di daerah lain yang juga menggunakan
fasilitas jembatan dengan bentang yang lebih kecil di daerahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar